Dee Stories

Kumpulan artikel parenting yang ditulis oleh blogger parenting Indonesia.
Suka travelling & kuliner. Konselor ASI &MPASI.

Menyusuri Jejak Kraton Surabaya Bersama Surabaya Herritage Track

Libur Idul Adha lalu, saya bersama dua orang sahabat menghabiskan waktu menyusuri kota Surabaya.
Kami bertiga mencoba naik bis Surabaya Herritage Track.


Sebelumnya kami harus mendaftar dulu seminggu sebelum keberangkatan untuk mendapatkan tiket.
Namun saat registrasi, kami hanya bisa mendapatkan dua tiket.
Satu tiket lainnya, kami harus berjuang mengantri langsung di lokasi saat waktu keberangkatan.
Setelah dua jam antri, akhirnya tiket kami dapatkan.
Lengkap sudah, kami dapat tiga tiket.
Yeaayy jadi berangkat..!!
Oh ya tiketnya gratis lhoo..





Destinasi perjalanan kami ada 3 tempat : Kampung Kraton-Balai Kota-Gedung Kesenian Cak Durasim.
Saya sempat bertanya-tanya ketika membaca destinasi pertama : Kampung Kraton.
Kampung kraton itu hanya nama sebuah tempat atau ada sejarah khusus dari nama tersebut.
Selama di perjalanan, kami ditemani seorang pemandu wisata.
Pemandu wisata menjelaskan secara singkat tentang tempat-tempat yang kami kunjungi.
Dan betapa kagetnya saya, bahwa kampung kraton adalah bagian dari sejarah Surabaya.
Saya baru tahu kalau ternyata Surabaya punya kraton!.




*Sejarah Singkat Kraton Surabaya*
Sejarah kraton Surabaya dimulai dari pertempuran sengit dengan tentara Mongol yang kemudian dimenangkan oleh Raden Wijaya, semenjak tahun 1293, Hujung Galuh berganti nama menjadi Curabhaya yang berarti keberanian menghadapi bahaya. Sistem pemerintahannya pun menjadi kekeratonan atau kerajaan.

Seiring berjalannya waktu, Surabaya pun menjadi sebuah kawasan yang semakin tangguh. Terletak strategis dekat laut dengan pusat kota yang berada di tepi sungai, membuat daerah yang kala itu dipimpin oleh Pangeran Jayalengkara menjadi incaran kerajaan Mataram.

Segala upaya dilakukan kerajaan Mataram untuk menaklukkan Syrabaya.
Namun Surabaya tetap tangguh tak terkalahkan.
Menjelang tahun 1625 kraton Surabaya mulai mengalami kemunduran.
Hal ini dimanfaatkan dengan baik oleh kerajaan Mataram.

Pasukan Mataram lantas membendung Kali Mas, anak Kali Brantas yang mengaliri kota dan merupakan sumber utama kehidupan masyarakat Surabaya. Caranya dengan menenggelamkan ratusan pohon kelapa yang ditopang oleh bambu, kemudian setiap pohon kelapa diberinya bangkai binatang.

Akibatnya, Surabaya menjadi kekurangan air bersih dan krisis pangan. Hanya sedikit air yang mengalir, pun sudah tercemar dengan bangkai. Tak sedikit penduduk yang mati kelaparan dan terkena wabah penyakit

Melihat penderitaan rakyatnya, Pangeran Jayalengkara menjadi iba.
Beliau mendatangi Tumenggung Mangunoneng, Panglima Mataram, untuk meminta bendungan tersebut dibongkar. Pada peristiwa inilah Pangeran Jayalengkara memutuskan untuk menyerah. Sejak saat itu pula Surabaya menjadi milik Mataram.

Ketika Belanda berhasil menguasai Mataram, tak ayal Surabaya pun terkena imbasnya.
Seluruh bangunan kraton Surabaya dihancurkan oleh Belanda.
Semua peninggalan kraton juga dihilangkan.
Semua ini dilakukan karena Belanda tidak mau ada dualisme kekuasaan.

Walaupun tidak ada bukti sejarah berupa monumen, berbagai literatur sejarawan Surabaya dan Belanda memperkirakan jika Keraton Surabaya dahulunya meliputi kawasan Kebonrojo sebagai Taman Keraton, Tugu Pahlawan sebagai Alun-alun Utara dan Alun-alun Contong (Baliwerti – Bubutan) yang merupakan bagian dari Alun-alun Selatan.

*Kampung Kraton : Sisa-Sisa Jejak Kraton Surabaya*

Bis kami berhenti di sebuah gang kecil bertuliskan "Jalan Kraton".
Jalan ini terletak diantara Jalan Pahlawan dan Jalan Keramat Gantung.
Konon, kawasan ini merupakan tempat berdirinya Keraton Surabaya.
Kampung Keraton, begitu lah julukannya.
Bangunan-bangunan yang ada di dalamnya masih banyak yang berbentuk rumah-rumah kuno khas kolonial.
Rumah dengan jendela besar dan beratap tinggi.




Di ujung gang Kampung Keraton, terdapat satu-satunya bangunan peninggalan fisik Keraton Surabaya yang masih tersisa, yang diyakini sebagai gerbang Keraton Surabaya. Sebagian orang juga percaya bahwa  gapura setinggi kurang lebih empat meter tersebut merupakan sebuah tempat pengintaian dan bagian kecil dari gerbang selatan Keraton Surabaya.
Sayangnya, bangunan tersebut belum termasuk cagar budaya.
Sehingga rawan bila suwaktu-waktu di hancurkan.

Demikian, cerita yang bisa saya bagikan tentang secuil sejarah Surabaya.
Dan asal pembaca tahu, bahwa tidak biasanya pertemuan kami bernilai edukasi seperti ini.
Persahabatan kami selama 15 tahun biasanya banyak dihabiskan dengan ngobrol cantik sambil menikmati secangkir kopi.
Namun kali ini, kami bertiga belajar sejarah Surabaya.








3 komentar

  1. Baru tahu juga kalau di Surabaya ada kraton.
    Udah lama kepikiran sih tapi karena ga ada jejaknya ya kupikir beneran ga ada kerajaan di sby

    BalasHapus
  2. Di daerah mana mbak, krattonnya? Kok saya baru tau, padahal asli surabaya😁

    BalasHapus
  3. Daerah deretan ruko Kramat gantung , hanya ingin melihat bangunan ini dan memang Surabaya pernah ada sebuah keraton

    BalasHapus