Dee Stories

Kumpulan artikel parenting yang ditulis oleh blogger parenting Indonesia.
Suka travelling & kuliner. Konselor ASI &MPASI.

Pentingnya Literasi Digital dalam Keluarga






Dewasa ini relasi antara manusia dengan media digital semakin tidak terpisahkan. Keberadaan media digital tidak bisah dipisahkan dengan internet. Internet sejak ditemukan pada tahun 1980 an memiliki berkembangan yang massif. Internet mampu masuk ke semua ranah kehidupan manusia. Mulai dari ranah publik hingga domestik. Banyak aktivitas yang dilakukan dengan internet. Mulai dari bekerja, belanja, bersosialisasi, transaksi keuangan dan lain sebagainya. 


Setiap tahunnya pengguna internet terus bertambah. Di Indonesia, menurut data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), jumlah pengguna internet sebesar 143, 2 juta jiwa. Angka ini menunjukkan kenaikan dari tahun-tahun sebelumnya. Pengguna internet di Indonesia mencapai 54,68 % dari total populasi. Pengguna internet sebagian besar berada di Pulau Jawa, yaitu sekitar 58,08%. APJII juga melakukan survey tentang panetrasi pengguna internet berdasarkan usia. Hasil survey menunjukka data panetrasi pengguna internet paling banyak adalah usia remaja (13-18 tahun) yaitu sebesar 75, 50%. 


Penelitian lain menunjukkan bahwa dewasa ini usia muda semakin banyak yang sudah terpapar internet. Di Amerika, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Common Sense Media pada tahun 2014 menunjukkan bahwa 72% anak usia di bawah 8 tahun dan 38% bayi di bawah usia 2 tahun sudah akrab dengan media digital seperti smartphone, tablet, IPad dan IPod yang sudah terkoneksi dengan internet. 


Dalam kehidupan sehari-hari juga kita temui di beberapa public space seperti mall, swalayan, bandara dan lain sebagainya anak-anak usia 3-9 tahun asyik dengan gadgetnya masing-masing. Mereka menikmati berbagai jenis game dan film melalui internet. Youtube menjadi hal yang sangat akrab bagi anak-anak saat ini. Bahkan menjadi seorang youtubers adalah cita-cita bagi kebanyakan anak masa kini.


Dengan perkembangan teknologi internet yang pesat, cakupan penyebaran konten digital juga semakin luas dan beragam. Munculnya konten-konten bermuatan negatif dan kabar bohong atau hoax, ponografi hingga cyberbullying  menjadi sebuah permasalahan serius yang harus diperhatikan. Disinilah keluarga perlu ambil bagian. Mengingat keluargalah sebagai pihak yang pertama kali mengenalkan anak pada internet. Keluarga perlu mengambil peran dalam menumbuhkan literasi digital. 


Apa itu Literasi Digital Keluarga


Literasi digital adalah ketertarikan, sikap, dan kemampuan individu menggunakan teknologi digital dan alat komunikasi untuk mengakses, mengelola, mengintegrasikan, menganalisis, dan mengevaluasi informasi, membangun pengetahuan baru, membuat, dan berkomunikasi dengan orang lain agar dapat berpartisipasi secara efektif dalam masyarakat. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memiliki peran penting dalam menumbuhkan literasi digital setiap anggotanya. Literasi digital keluarga berarti sebuah usaha yang dilakukan oleh setiap anggota keluarga dalam praktik literasi digital. 


Mengapa perlu ada literasi digital? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, mari kita bedah satu per satu dampak yang ditimbulkan oleh media digital, khususnya bagi anak.


Dampak Positif :


  • Anak mengerti teknologi komputer melalui media games dalam gadget.
  • Anak mudah mencari informasi dalam mempermudah mengerjakan tugas belajarnya.
  • Merangsang kreativitas dan kompetensi.
  • Sebagai media bersama orangtua dalam mencari hiburan.
  • Mengetahui berbagai jenis budaya yang ada di dunia.
  • Sarana mengekspresikan suara hati serta pelarian positif dari tekanan dan kejenuhan.
  • Memiliki kesempatan bergabung dengan komunitas dari berbagai belahan dunia.

Dampak Negatif :


  • Akses informasi yang tak terbatas, 
  • Kehidupan glamor yang banyak ditunjukkan akan membuat anak terseret penyalagunaan narkoba dan seks bebas.
  • Kebingungan identitas jenis kelamin dan peran gender karena adanya pengaruh transgender yang menjadi role model dunia bisnis digital.
  • Membentuk citra diri berdasarkan hal yang sering ditontonnya, dimana kebanyakan bersifat negatif. Hal ini terjadi karena anak masih belum bisa membedakan mana yang baik mana yang buruk. 
  • Anak menjadi asyik dengan dunianya sendiri. Interaksinya hanya dengan layar, mendegradasi dirinya sebagai makhluk social.
  • Kurangnya interaksi dengan keluarga membuat hubungan dengan keluarga menjadi tidak harmonis.
  • Lupa waktu, keasyikan berinteraksi dengan gadget membuat anak lupa waktu. Mereka lupa waktu belajar, makan bahkan mandi. Sebagian besar waktunya didedikasikan untuk gadgetnya. 


Mengingat media digital lebih banyak memberikan dampak negatif daripada positif, disinilah pentingnya keluarga melakukan literasi digital. Pentingnya keluarga melakukan literasi digital diperkuat dengan hasil penelitian dari Jaringsn Pegiat Literasi Digital (Japelidi) pada tahun 2017. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa orangtua (12,3%) menjadi salah satu kelompok sasaran dalam kegiatan literasi digital. Selain itu ada pelajar (29,55%), mahasiswa (18,5), masyarakat umum (15,22%), guru dan dosen (10,14), komunitas (7,16%), dan lainnya (ormas, LSM, media, pemerintah) sebanyak (6,86%) dan peneliti hanya (0,29%).  Lalu bagaimana cara melakukan literasi digital?.

Bagaimana Melakukan Literasi Digital Keluarga





Menurut Marc Prensky, para orangtua adalah digital immigrant, sementara anak-anak adalah digital native. Digital immigrant ada;ah mereka yang lahir sebelum perkembangan teknologi digital yang pesat. Sedangkan digital native adalah mereka yang lahir saat perkembangan digital begitu pesat. 


Sebagaimana karakteristik imigran pada konteks kewilayahan, digital immigrant-lah yang perlu melakukan adaptasi dalam kondisi saat ini. Sebuah hal yang tidak realistis bila para imigran menuntut dunia tetap seperti keinginannya atau memaksa para native untuk mengikuti cara hidup seperti mereka dulu. 


Banyak orangtua yang kesulitan dalam mengikuti perkembangan teknologi digital saat ini. Beberapa diantaranya tidak ingin belajar dan berubah, memilih untuk berada pada zona nyamannya. Akibatnya mereka menyalahkan teknologi itu sendiri. Lalu sebaiknya bagaimana sikap orangtua dalam menghadapi perkembangan teknologi digital ini?. Inilah yang menjadi kunci utama dalam melakukan literasi digital keluarga. Beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai upaya literasi digital dalam keluarga antara lain :


💠Orangtua adalah model pembelajaran bagi anak-anak
Seperti kata pepatah, anak adalah peniru ulung. Literasi digital pada keluarga dimulai dari orangtua. Orangtua menunjukkan penggunaan media digital secara bijak. Tidak sembarangan mempercayai dan men share berita yang belum jelas kebenarannya. Menggunakan media digital untuk meningkatkan kualitas kehidupan keluarga. Seperti saya semua aplikasi yang ada di smartphone saya berguna untuk meningkatkan kapasitas saya sebagai seorang ibu. Misalnya saya install WA, WizIQ dan VC untuk menimba ilmu di kelas-kelas parenting online. Atau Cookpad ketika butuh referensi untuk menyajikan menu keluarga.
Bila saya harus online saya jelaskan pada anak-anak bahwa saya ada pekerjaan. Tidak sekadar main hp. Bila ingin bermedia sosial, maka akan saya lakukan saat anak-anak tidur. 

💠Batasi Waktu
Internet dan media digital bukanlah sesuatu yang harus dihindari. Namun penggunaannya perlu diatur. Di rumah kami ada aturan gadget free mulai pukul 18.00-21.00. Saat itu semua gadget diletakkan, kami bermain bersama. Membaca buku dan saling mengobrol dengan anak-anak.
Bagi anak-anak, di home education kami ada yang namanya arena IT. Arena IT ini setiap hari Rabu. Saat arena IT, anak-anak boleh bereksplorasi dengan berbagai jenis gadget yang ada di rumah. Mulai dari laptop, smartphone, printer ataupun berselancar di dunia maya. Anak-anak boleh nonton youtube saat arena IT. Dengan waktu yang diatur tentunya. Cukup satu jam saja. 

💠Pilih dan Pilah
Anak-anak kita saat ini adalah anak-anak yang terlahir sebagai generasi Z atau generasi NET. Gen Z ini lahir pada zaman di mana internet, komputer dan telepon genggam sudah menjadi hal yang biasa. Mereka dikandung dan dilahirkan oleh ayah ibu yang hampir semua selalu membawa bawa smartphone. 

Generasi Z ini tentu saja berbeda dengan generasi orang tuanya, mereka memiliki karakteristik :

  • memiliki ambisi besar untuk sukses
  • cenderung praktis dan berperilaku instan
  • cinta kebebasan dan eksplorasi
  • cenderung percaya diri
  • memiliki keinginan besar untuk mendapatkan pengakuan
  • mereka sangat mahir dalam menggunakan gadget dan teknologi dalam keseluruhan aspek kehidupan, lebih memilih komunikasi dunia maya, dan menjadi bagian komunitas besar dalam jaringan

Dengan demikian kita tidak bisa menjauhkan mereka dengan media digital. Sesuai dengan fitrahnya, mereka perlu berinteraksi dengan dunia digital. Namun caranya adalah dengan pilih dan pilah. Misalnya, untuk anak-anak kami terlebih dahulu mendonwload kan video-video youtube yang akan mereka tonton. Dengan begini anak-anak akan terhindar dari tontonan yang tidak sesuai. Pilihan video kami disesuaikan dengan tema-tema yang sedang kami bahas di jadwal home education rumah kami. Terkadang ada juga video yang hanya bersifat hiburan semata.

💠 Dampingi

Last but not least adalah selalu damping anak-anak saat berinteraksi dengan dunia digital, terutama saat mereka belum mengerti mana yang baik dan mana yang buruk. Temani anak-anak saat menonton chanel youtube favoritnya, larutlah dalam kegembiraan saat menonton. Tak perlu berkomentar saat tayangan berlangsung. Setelah usai, diskusikan pada anak apa hikmah yang mereka dapat dari tontonan itu. Kegiatan ini akan melatih komunikasi yang baik antara orangtua dan anak. Bila kebiasaan ini dapat berlangsung dengan baik secara terus menerus, maka orangtua akan jadi sahabat terbaik bagi anak. 

Internet dan media digital tidak perlu dihindari apalagi dimusuhi. Orang tua perlu untuk selalu mengikuti perkembangannya agar dapat membimbing dan mengarahkan anak dan keluarganya dalam memanfaatkan teknologi digital. Dengan literasi digital dalam keluarga, maka teknologi digital dapat digunakan sebagai sarana peningkatan kualitas keluarga. Orangtua menjadi pelopor yang mempersiapkan generasi cerdas digital.

Referensi :
  • Bunda Sayang, 
  • Literasi Digital Keluarga, Universitas Gajah Mada, 2017
  • https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/m/index.php?r=tpost/view&id=4899

















3 komentar

  1. Bettul, keluarga lah gerbang utama pendidikan digital untuk anak.

    Terima kasih mbaaaa...

    BalasHapus
  2. Kemajuan digital membawa banyak keuntungan sekaligus manfaat negatif, nuhun sangat sharing-nya untuk pendampingan literasi digital mbaaa ;)

    BalasHapus
  3. Wah sudah sampai sini kah kelas Bunda Sayangnya Dian? Saya baru ngulang di level satu.

    BalasHapus