Dee Stories

Kumpulan artikel parenting yang ditulis oleh blogger parenting Indonesia.
Suka travelling & kuliner. Konselor ASI &MPASI.

Sekolah Ibu, Perlukah?





Sekolah Ibu, Perlukah - Media sosial gempar, pernyataan wakil bupati Bandung Barat, Hengky Kurniawan menuai kontraversi. Tiga hari yang lalu, Hengky Kurniawan memposting di instagram pribadinya, bahwa perlu adanya Sekolah Ibu untuk menekan angka peeceraian. Katanya, ibu-ibu harus dididik tentang bagimana memahami rumah tangga, memahami suami dan lain-lainnya. Harapannya, sekolah ibu bisa menekan angka perceraian sebagaimana yang sudah dilakukan di kota Bogor. 


Pernyataan ini langsung membuat banyak netizen bereaksi. Banyak komentar yang datang, sebagian besar dari para ibu-ibu. Menurut mereka kebijakan ini sangat bias gender. Apakah hanya tanggung jawab perempuan agar rumah tangga tak berakhir dengan perceraian? Apakah benar sekolah ibu bisa menekan perceraian? 

Saya tidak akan terjebak dalam polemik ini lebih dalam. Bagi saya adalah wajar bila setiap kebijakan menuai pro dan kontra. Tulisan saya kali ini adalah untuk membedah lebih dalam lagi, apakah memang sekolah ibu itu diperlukan? So stay tune ya, harap dibaca dengan hati lapang dan damai :)

Apa itu Sekolah Ibu? 


Suasana Sekolah Ibu di Kota Bogor
(Sumber Gambar : Republika.co.id)




Sekolah Ibu adalah program yang diluncurkan oleh walikota Bogor, Bima Arya pada Juli 2018 lalu. Kehadiran program ini dilatarbelakangi oleh kepedulian seorang ibu atas fenomena sosial yang ada disekitarnya. Mulai dari kasus kenakalan remaja, LGBT, KDRT dan lain sebagianya. Program ini dirancang selama dua tahun. 

Tujuan dari sekolah ibu adalah untuk meningkatkan kapasitas ibu dalam mengurus rumah tangga, mendidik anaknya, sehingga menjadi keluarga yang mandiri mampu keluar dari permasalahan sosial maupun ekonomi yang dihadapi. Ada 20 materi yang diberikan di Sekolah Ibu, mulai dari materi manajemen keluarga, manajemen keuangan keluarga, mengelola potensi diri, memahami kepribadian anggota keluarga, bahkan tentang bela negara dan cinta Tanah Air serta materi ketahanan keluarga lainnya.

Harapannya, dengan adanya Sekolah Ibu maka akan tercipta ketahanan keluarga yang kuat. Menjadi keluarga yang harmonis dan mampu mendidik anak-anak dengan baik. 

Sekolah Ibu dan Perceraian


Setiap tahunnya, angka perceraian di Indonesia terus meningkat. Di Bandung Barat sendiri mulai dari tanggal 5 hingga 30 November 2018 terjadi 244 kasus perceraian. Jadi setiap hari rata-rata ada 9-10 pasangan yang bercerai. Kondisi inilah yang membuat Hengky Kurniawan mengusulkan perlunya Sekolah Ibu di Kabupaten Bandung Barat. 


Faktor Penyebab Percetaian
(Sumber Gambar : Tirto.id)


Sekalipun dalam postingannya, Hengky Kurniawan sudah memberikan caratatan bahwa tidak menyalahkan ibu semata dalam proses terjadinya perceraian, banyak netizen yang menggagap bahwa statement wakil bupati tersebut bias gender. Poatingan tersebut seolah menjelaskan bahwa perceraian menjadi tanggung jawab ibu semata.

Tentunya tidaklah demikian, berbicara faktor penyebab perceraian tentu banyak. Mulai dari permasalahan ekonomi, perselingkuhan, KDRT dan lain sebagainya. Tentunya keutuhan rumah tangga bukan tanggung jawab ibu semata. Bukankah rumah tangga itu dibangun oleh kedua belah pihak? Jadi tanggung jawab keutuhan keluarga juga menjadi tanggung jawab ayah dan ibu. Tanggung jawab suami dan istri, tanggung jawab laki-laki dan perempuan. 

Kursus Pranikah (Sumber Gambar : Tirto.id)



Sebenarnya untuk menghindari perceraian dalam keluarga, dimulai dari kehidupan pra nikah. Pemerintah lewat Kantor Urusan Agama (KUA) dalam hal ini berupaya memberikan pendidikan pra-nikah bagi calon pasangan dengan mengadakan bimbingan dan kursus. Tujuannya agar setelah menikah, setiap pasangan bisa membina keluarga dengan baik. Menjadi keluarga harmonis dan terhindar dari perceraian.

Kursus Calon Pengantin (Suscatin) diselenggarakan satu hingga dua kali sebulan. Kursus berlangsung selama satu hari, yakni mulai dari pukul 8 pagi hingga 12 siang. Sedangkan untuk  Bimbingan Perkawinan (Binwin) tidak diadakan rutin tiap sebulan sekali. Materi yang diberikan pun lebih banyak sebab Binwin dilaksanakan selama dua hari (16 jam pelajaran). Materi yang disampaikan antara lain adalah materi mendidik anak, bagaimana posisi suami dan istri dalam pendidikan & ekonomi keluarga, manajemen konflik, kesehatan reproduksi dan memberitahu bahwa setelah menikah akan terlibat dengan aktivitas sosial bersama warga.

Perlunya Sekolah Ibu




Kembali lagi ke persolaan sekolah ibu, apakah memang itu hal yang diperlukan? Jawabannya perlu ! Bagi saya, sekolah ibu sangat membantu saya dalam menjalani peran sebagai seorang ibu. 

Sekolah Ibu menjadi ujung tombak ketahanan keluarga. Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Dari ibulah anak bisa tahu banyak hal. Ibu yang cerdas akan menghasilkan anak-anak yang cerdas. Mendidik seorang ibu sama dengannya mendidik satu generasi. Betapa luar biasanya peran seorang ibu dalam kehidupan keluarga. 

Banyak peran yang dijalani oleh seorang ibu dalam keluarganya. Mulai dari koki yang menyediakan makanan gizi seimbang bagi keluarga, guru bagi anak-anaknya, perawat bagi keluarganya, manajer keuangan keluarga hingga sopir antar jemput bagi anak-anaknya. Tentunya semua peran tersebut membutuhkan ilmu, agar bisa berjalan dengan optimal.

Apakah dengan ini semua tanggung jawab keluarga dipikul oleh ibu? TIDAK ! Ada peran ayah dalam keluarga. Tak hanya sebagai pencari nafkah, ayah juga harus terlibat dalam proses pengasuhnya. Ibu memang madrasah bagi anak-anaknya, tapi ayah adalah kepala sekolahnya. Pengasuhan dilakukan secara bersama. Bikinnya berdua, urusnya juga barengan, bukan begitu? 

Lho lalu kenapa cuma Sekolah Ibu ? Kenapa nggak ada Sekolah Ayah? Nah jawabannya sudah jelas ya. Ibu memiliki lebih memiliki porsi waktu dalam mendidik anak dan mengurus keluarga. Lho kalau ibunya juga wanita karir gimana? Tetap kok, banyak wanita karir yang punya banyak waktu lebih dibandingkan ayah dalam  mengatur urusan keluarganya. Balik lagi diawal, dengan mendidik seorang ibu itu sama hal nya dengan mendidik satu generasi. Bukannkah ibu juga tiang negara? Baik buruknya sebuah negara tergantung dari kualitas ibunya. Dari ibulah lahir generasi-generasi unggul penerus bangsa.  

Nah bagaimana? Terlepas dari segala pro dan kontra yang ada, menurut saya Sekolah Ibu itu perlu. Bagaimana menurutmu? 


17 komentar

  1. Wah nice sharing kak, aku cukup berpikir dalam nih bagaimana membahasnya dalam blog hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe,,ini juga lumayan mikir nulisnya..
      isu hot yaaa

      Hapus
  2. Setujuuu.. Perlu sekali sekolah Ibu..salah satunya supaya ibu2, termasuk saya, ga gampang baper, tersinggung, emosi, dlsbnya.. Tentunya setuju jg klo ada sekolah bapak, spy satu frekuensi..tp sekolah ibu dlu gpp lah..hehe..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyes, kebijakan ini kan bukan sepenuhnya salah.
      Dia juga muncul dari permasalahan yang ada.
      Tak menafikkan perlunya peran ayah dalam keluarga, emang harus sama-sama belajar

      Hapus
  3. saya juga setujuh tuh, soalnya masih banyak para ibu yang minim pengetahuan dasar tentang mendidik anak dengan baik dan benar, saya salah satunya hehe. tapi di Bali belum ada, hiks hiks.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jauh sebelum kebijakan ini ada, saya sudah sekolah di sekolah ibu lho. ikut komunitas ibu profesional, yuk ikutan juga

      Hapus
  4. Amat sangat perluuu..
    Karena rumah tangga ga bakal bisa lebih baik dengan saling tunggu.
    Suamiii juga harus ikut sekolaahh..
    Iya kalau suaminya mau?
    Kalau enggak?
    Hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau ngomongin rumah tangga ya harus berdua, sama-sama belajar.
      Hehe

      Hapus
  5. Kalo sekilah baca judul dan nama sekolahnya emang terdengar ambigu banget ya mbak (seolah pendidikan "Ibu" belum cukup, sampai harus disekolahkan). Makanya berakhir menimbulkan huru hara 🤭 . Padahal secara program bagus.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, kalau memperhatikan sepintas ya gitu..
      :)

      Hapus
  6. Mungkin karena kurang pas menjelaskan. Kalau membaca artikel diatas, maksud sekolah ibu menurut walikota Bima Arya itu sebagai ibu pendidik anak. Kalau yg dijelaskan wawali Hengky Kurniawan lebih ke sekolah istri bukan sekolah ibu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya, yang bikin rame adalah sekolah ibu bisa membantu menurunkan angka perceraian, itu kan terkesan hanya ibu yang bertangungjawab pada keutuhan keluarga. Padahal sebenarnya programnya bagus

      Hapus
  7. Perlu. Karena menjadi ibu itu butuh support system yang bagus. Dengan adanya sekolah ibu, ketemu sesama ibu bisa saling mengingatkan menguatkan, bagaimana menjalani jatuh bangun mendidik anak, komunikasi pasutri dll. Nah di surabaya ada juga sekolah ayah.

    BalasHapus
  8. Sebaiknya sih sekolahnya juga ditargetkan untuk suami istri. Karena baik suami atau istri sama-sama membutuhkan ilmu baik sebagai orang tua maupun sebagai pasangan dalam arungi mahligai pernikahan. Cuma mungkin kalau ada sekolah ayah di Indonesia jarang yang mau hahaha....Merasa tidak ada masalah....

    BalasHapus
    Balasan
    1. iyes, rata-rata laki-laki gengsi untuk belajar,haha

      Hapus
  9. (((Sekolah Ibu menjadi ujung tombak ketahanan keluarga))) => setuju mbak.
    Kalo saya pribadi, setuju diadakan sekolah ibu karena alasannya adalah ibu dirumah itu adalah motor untuk keluarga sementara ayah adalah kemudinya. Nah kalo motor-nya ada ndut-ndutan atau sering ngadat sering konslet... gimana kemudi mau lancar mengarahkan kendaraan tersebut.
    Tapi ya gak bisa juga bilang bahwa ayah gak ada tanggung jawab untuk belajar lagi. Semuanya baik ayah maupun ibu harus sama2 terus belajar karena rumah tangga kan jalannya berdua gak sendiri2.

    Baik motor maupun kemudi kendaraan semuanya emang harus ada setelah masing2 supaya bisa berfungsi sebagaimana mestinya.

    *yampun kok jadi ngomongin mesin yak ^^a

    BalasHapus