Dee Stories

Kumpulan artikel parenting yang ditulis oleh blogger parenting Indonesia.
Suka travelling & kuliner. Konselor ASI &MPASI.

Achmad Irfandi, Selamatkan Anak dari Kecanduan Gadget Melalui Permainan Tradisional

 

Achmad Irfandi
Achmad Irfandi, Penggagas Kampung Lali Gadget| dokpri

Sering melihat banyak anak kecil menghabiskan waktu di warung kopi (warkop) demi Wi-Fi gratis untuk bermain game, membuat Achmad Irfandi nelangsa. Masa kecil yang harusnya dihabiskan untuk bermain dan bergerak bersama digantikan oleh duduk diam sambil menatap gadget berjam-jam lamanya. Mirisnya, orang tua cenderung abai. Akibatnya, anak jadi kecanduan gadget. Anak tak bisa lepas dari gadget.

Pagi itu, cuaca di Sidoarjo cukup gloomy. Nampaknya matahari masih malu-malu menunjukkan diri. Meski begitu, ini tak mengurangi semangat anak-anak. Anak-anak sangat antusias saat akan diajak ke Kampung Lali Gadget.

Hari ini saya berencana menemui Achmad Irfandi, sosok inspiratif peraih Satu Indonesia Award. Saya ingin mengenal lebih jauh pemuda asli Sidoarjo itu. Mengulik lebih mendalam mengapa dia mendirikan Kampung Lali Gadget ini. 

Dia pun menyambut ramah keinginannya saya ini. Tak hanya boleh ngobrol bareng. Saya diminta mengajak anak-anak turut serta. Kebetulan setiap hari Minggu di Kampung Lali Gadget ada Program Beasiswa Bermain. 

Akan ada permainan yang bisa diakses secara gratis hari ini. Tema permainan hari ini adalah Dolanan Pang / Kayu. Anak-anak diajak bereksplorasi permainan tradisional dari bahan batang pohon dan kayu.

Tentu ini tawaran yang tak bisa saya tolak. Kapan lagi anak-anak bisa menikmati permainan tradisional bersama banyak anak lainnya. Anak-anak bisa senang bermain, saya pun bisa puas mengobrol dengan Achmad Irfandi. Ibarat pepatah, sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui.

Berkunjung ke Kampung Lali Gadget
Berkunjung ke Kampung Lali Gadget | dokpri 


Perjalanan dari rumah ke Kampung Lali Gadget yang terletak di Dusun Bendet, Desa Pagerngumbuk, Kecamatan Wonoayu ini berjarak 17 km. Kami pergi menggunakan mobil pribadi. Setelah 45 menit perjalanan, kami pun sampai di Kampung Lali Gadget ini.

Kebetulan lokasinya tak sulit untuk ditemukan. Berbekal GPS dan mengikuti beberapa petunjuk arah yang ada, kami pun bisa sampai di Kampung Lali Gadget ini dengan selamat. 

Saat kami datang, suasananya belum begitu ramai. Baru ada beberapa pengunjung yang datang. Relawan Kampung Lali Gadget pun masih bersiap.

Bermain di Kampung Lali Gadget
Bermain Dakon | dokpri 

Kami pun mengisi buku tamu terlebih dahulu. Lalu kami masuk ke dalam Balai Among. Di sana sudah ada beberapa pengunjung yang asik memainkan beragam permainan tradisional. Mulai dari dakon, kelompen tali, gasing, dan masih banyak lagi. Ada juga yang asik membaca buku. 

Achmad Irfandi
Achmad Irfandi sibuk bersiap | dokpri 

Irfandi juga terlihat sibuk. Dia mempersiapkan beragam permainan hari ini, yaitu ketapel, gasing, bakiak, dan patil lele. Semua permainan yang berbahan batang pohon dan kayu. 

Kampung Lali Gadget
Bermain Jamuran| dokpri 

Tepat pukul 9 pagi, permainan dimulai. Dibuka dengan permainan Jamuran dan Cublek-Cublek Suweng. Tawa riang menggema di Balai Among. Betapa anak-anak sangat menikmati permainan, mereka berbahagia. Bergerak berlarian sambil tertawa-tawa gembira. 

Kampung Lali Gadget
Bermain cublak cublak suweng | dokpri 

Begitu juga dengan dua anak saya, Chacha dan Aluna pun ikut larut dalam beragam permainan tradisional. Meski awalnya mereka tidak mengerti, namun mereka pun akhirnya bisa mengikuti. 

Permainan tradisional
Bermain Patil Lele | dokpri 


Puas bermain di Balai Among, anak-anak diajak bermain ke halaman dan sawah yang ada disekitar Kampung Lali Gadget. Anak-anak bermain bakiak, patil lele, dan ketapel. Semuanya sangat seru! Kalau sudah begini, siapa yang masih mencari gadget dan main game online?

Ketapel permainan tradisional
Bermain Ketapel| dokpri 


Inilah yang menjadi semangat Irfandi untuk terus mengembangkan Kampung Lali Gadget. Keresahannya pada maraknya anak yang kecanduan gadget serta semakin hilangnya permainan tradisional, membuatnya mendirikan Kampung Lali Gadget ini.

Perjalanan Kampung Lali Gadget 

Keresahan Ahmad Irfandi terhadap anak-anak yang sering nongkrong di warkop ini menjadi titik awal berdirinya Kampung Lali Gadget ini.  Pemuda dusun Bandet ini nelangsa, anak-anak banyak yang kecanduan gadget. Dan tentu saja ini berdampak pada kesehatan anak, baik fisik dan mental. 

Achmad Irfandi
Bersama Achmad Irfandi| dokpri 

Kekhawatiran Irfandi ini bukan tak berdasar. Tak hanya melihat secara langsung di daerah sekitarnya, anak-anak Indonesia lainnya sudah banyak yang kecanduan gadget.

Ketua  Lembaga  Perlindungan  Anak  Indonesia  Seto  Mulyadi  menyatakan,  sejak  2013 lembaganya  menangani  17  kasus  anak  yang  kecanduan  gawai.  Begitu  juga  Komisi Nasional  Perlindungan  Anak,  yang  sejak  2016  sudah  menangani  42  kasus  anak  yang kecanduan gadget. 

Kecenderungan  meningkatnya  kasus  anak  kecanduan  gadget tersebut  terkait  dengan tingginya  penetrasi  internet  di  Indonesia.  Berdasarkan  Survei  Asosiasi  Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2017, sebanyak 143,26 juta orang atau 54,68 persen dari populasi Indonesia menggunakan internet Penetrasi pengguna internet terbesar di usia  13-18  tahun  (75,50  persen). 

Pada bulan September tahun 2018, Irfandi bersama teman-teman komunitasnya menggagas program dolanan bareng. Tak disangka responnya bagus. Banyak anak yang datang untuk bermain. 

Irfandi pun ketagihan. Pengalamannya di bidang kepanduan membuat dia senang membuat kegiatan bersama anak-anak. Hingga akhirnya dia pun menginisiasi terbentuknya Kampung Lali Gadget.

Mengapa Harus Permainan Tradisional?

Permainan tradisional adalah jenis permainan yang dimainkan oleh anak-anak pada suatu daerah, serta merupakan suatu tradisi yang diwarisi secara turun temurun, dari satu generasi ke generasi berikutnya. Permainan tradisional termasuk bagian dari kearifan lokal masyarakat. 

Permainan tradisional
Permainan tradisional| dokpri 

Kampung Lali Gadget tak hanya ingin menyelamatkan anak dari kecanduan terhadap gadget, tetapi juga ikut melestarikan dolanan tradisional yang hampir punah. Dia juga ingin melestarikan kearifan lokal. 

Ada tiga cara menikmati permainan tradisional di Kampung Lali Gadget ini. 

Beasiswa Bermain

Setiap hari Minggu, bisa dinikmati secara gratis. Memiliki tema yang berbeda setiap minggunya. Permainan terpadu dan berkarakter.

Sambang Dolan

Hari efektif (Senin-Jumat) dengan konfirmasi. Bebas bermain dengan alat-alat yang tersedia, tanpa dipandu. Cukup donasi sukarela.

Paket Bermain Berkarakter

Hari efektif (Senin-Jumat) dengan konfirmasi. Bermain terpandu dan terencana dan ada workshop. Biaya edukasi sesuai jumlah peserta. Cocok untuk program merdeka belajar, P5, LDKS.

"Permainan tradisional itu murah, mudah, dan berdampak"

Manfaat permainan tradisional

Hampir semua permainan tradisional terbuat dari bahan-bahan yang disediakan oleh alam. Cara membuatnya juga mudah. Meski begitu, ada banyak manfaat yang didapat dari permainan tradisional ini.

Mengapa Irfandi ingin anak-anak melupakan gadget dengan permainan tradisional? Selain untuk melestarikan permainan tradisional dan kearifan lokal, permainan tradisional ini punya banyak manfaat bagi perkembangan kecerdasan dan karakter anak. 

Permainan tradisional dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan karakter anak. Selain itu permainan tradisional bisa mengembangkan aspek moral, nilai agama, sosial, bahasa, dan fungsi motorik. 

Bahkan menurut Irfandi, dari permainan tradisional anak bisa belajar bagaimana mengambil keputusan dan mitigasi kecurangan. Saat bermain, anak bisa tahu bagaimana memulai dan mengakhiri permainan. Anak bisa tahu saat temannya berbuat curang dan bisa memberikan sanksi terhadap kecurangan tersebut.

"Tak perlu menunggu kuliah hukum, anak sudah tahu bagaimana menetapkan aturan dan memberikan sanksi bagi yang melanggar", begitu tuturnya. 

Ragam permainan tradisional 

Saat ditanya apa saja ragam permainan tradisional yang dimainkan di Kampung Lali Gadget, Irfandi tak bisa menghitung secara pasti. Namun, dia membagi permainan tradisional menjadi 4 jenis ragam permainan, yaitu permainan berbahan alam, permainan berkonsep, permainan dengan alat dan permainan tanpa alat. Keempatnya dimainkan secara bersama-sama tiap pekan.

Engrang
Eggrang|dokpri 


Permainannya boleh berganti, namun unsurnya tetap empat ragam tersebut. Contohnya, saat saya kesana, anak-anak bermain dari bahan alam berupa kayu dan batang pohon. Memainkan permainan berbahan dasar kayu dan batang pohon, yaitu bakiak, engrang, kelompen tali, patil lele, dan ketapel.

Permainan berkonsep yang dimainkan hari itu adalah patil lele. Lalu, untuk permainan menggunakan alat yang dimainkan adalah bakiak, engrang, kelompen tali, dan ketapel. Sedangkan untuk permainan tanpa alat yang dimainkan adalah jamuran. 

Permainan tradisional
Bermain permainan tradisional| dokpri 

Berdasarkan postingan sosial media Kampung Lali Gadget, ada 30 permainan tradisional yang sudah dimainkan selama ini. Yaitu Dolanan lan literasi, Pancasila & Dolanan, Olahraga ning Sawah, Elingpiade, Festival Anak Sawah, Festival Tanah Air, Pameran Alutsidol, Dolanan Eksperimen Sains, Dolanan Miber, Dolanan Godhong, Dolanan Lumpur, Dolanan Lemah, Dolanan Angin, Dolanan Gedebog, Dolanan Banyu, Dolanan Satwa, Dolanan Wayang, Dolanan Sarung, Dolanan Masakan, Dolanan Suket, Dolanan Karet, Dolanan Watu Kreweng, Dolanan Biting, Dolanan Biji-Bijian, Dolanan Damen, Dolanan Warna, Dolanan Pring, Dolanan Tambang, dan Dolanan Otot. 

Irfandi selalu berupaya untuk menghadirkan permainan tradisional baru setiap pekan, agar anak-anak tidak bosan. Kenapa anak-anak suka gadget? Karena gadget itu selalu baru, sehingga seru dan tidak membosankan. Agar anak-anak senang bermain permainan tradisional, maka permainan tradisional juga harus selalu baru dan seru.

Tantangan yang Dihadapi

Niat mulai Achmad Irfandi untuk melepaskan anak-anak dari kecanduan gadget sekaligus melestarikan permainan tradisional dan kearifan lokal ini tak selalu berjalan mulus. Banyak tantangan yang dihadapi.

Mindset masyarakat

Tantangan pertama dalam mengembangkan Kampung Lali Gadget ini adalah mindset masyarakat. Ternyata tidak semua orang mendukung Kampung Lali Gadget. 

Beberapa yang kontra berpendapat bahwa, tidak mungkin lepas dari gadget. Apalagi bagi generasi alpha yang memang karakteristiknya sangat akrab dengan teknologi. 

Padahal, Kampung Lali Gadget ini bukan untuk lepas dari teknologi sama sekali, lho. Kampung Lali Gadget ini bukan anti gadget. Namun, bagaimana menggunakan gadget sesuai porsinya. Bagi anak-anak tentu memiliki durasi terbatas untuk mengakses gadget. Bila berlebihan, dampaknya akan kecanduan. Ini sudah diteliti oleh para ahli.

Kepala  Departemen  Medik  Kesehatan  Jiwa  Fakultas  Kedokteran  Universitas  Indonesia Rumah  Sakit  Umum  Pusat  Nasional  Cipto  Mangunkusumo  (FKUI-RSCM)  Kristiana  Siste Kurnia   santi  mengatakan,   penggunaan gadget pada anak dan remaja lebih dari 3 jam sehari menyebabkan mereka rentan kecanduan gadget.

Inilah yang membuat Kampung Lali Gadget terus mengedukasi masyarakat, bahwa yang anak-anak butuhkan adalah bermain dan bergerak bersama. Berinteraksi dengan sebayanya. Bermain dan bergembira bersama. Bukannya terus menerus menatap layar. 

Anak-anak boleh mengakses gadget, sesuai porsinya. Digunakan untuk belajar maupun mencari hiburan seperlunya.

Tak hanya mendapatkan kontra di masyarakat, terkadang Kampung Lali Gadget harus berhadapan dengan mindset masyarakat yang salah paham dengan keberadaannya. 

Banyak masyarakat menganggap Kampung Lali Gadget adalah kampung wisata yang bersifat komersil dan mendatangkan banyak keuntungan. Masyarakat sekitar merasa iri, karena merasa tidak mendapatkan cipratan keuntungan tersebut.

Padahal, secara tegas Irfandi mengatakan bahwa Kampung Lali Gadget ini adakah kampung edukasi, bukan kampung wisata. Dia tak mencari keuntungan disini. Ini adalah proyek idealisnya, bentuk kepeduliannya terhadap masa depan generasi penerus bangsa.

Jika ada perputaran ekonomi dari kegiatan Kampung Lali Gadget, itu adalah dampak tak langsung yang diberikan. Ada penjual warung di depan Balai Among, mereka bisa bertambah pendapatnya karena banyak pengunjung Kampung Lali Gadget yang membeli dagangannya.

Souvernir Kampung Lali Gadget
Souvernir Kampung Lali Gadget| dokpri 


Kampung Lali Gadget juga ikut menggerakkan perekonomian masyarakat sekitarnya. Mengajak masyarakat membuat souvernir yang bisa dijual kepada pengunjung. Salah satunya, Udeng, ikat kepala khas Sidoarjo. 

Udeng Khas Sidoarjo
Udeng khas Sidoarjo| dokpri 

Dana 

Saya penasaran, dari mana Achmad Irfandi memperoleh dana untuk menggerakkan Kampung Lali Gadget. Dia pun bercerita, awalnya semua kegiatan disini dibiayai secara sukarela oleh dirinya dan teman-teman relawan lainnya. 

Kemudian, setelah semakin banyak yang mengenal Kampung Lali Gadget, ada donasi dari kegiatan Sambang Dolan dan juga biaya edukasi dari Paket Bermain Berkarakter yang bisa digunakan untuk operasional sehari-hari.

Kampung Lali Gadget tidak pernah mendapat bantuan dari dana desa. Kalaupun ada itu hanya untuk sarana. Misalnya papan petunjuk arah dan pembangunan kamar mandi. Kamar mandi juga dikelola oleh pemilik lahan. Pengunjung Kampung Lali Gadget yang menggunakan kamar mandi, harus membayar ke pemilik lahan. 

Meski begitu, Kampung Lali Gadget tak surut. Tetap bergerak, tanpa harus menunggu bantuan dana. 

Di sidang di balai desa

Tantangan lain yang dihadapi adalah hubungan dengan aparat desa setempat. Sepanjang perjalanan Kampung Lali Gadget ini, Achmad Irfandi sudah empat kali di sidang di balai desa.

Salah satunya adalah saat akan mengadakan acara Kampung Lali Gadget Lintas Iman. Demi melaksanakan nilai-nilai Pancasila, Kampung Lali Gadget mengundang berbagai pemuda lintas agama untuk bermain bersama.

Sayangnya, niat ini disalahartikan oleh aparat setempat. Saat kedatangan pemuda-pemuda dari gereja, Achmad Irfandi dituduh akan melakukan kristenisasi. Dia pun disidang dan harus membatalkan kegiatannya. 

Achmad Irfandi sendiri menyadari, bahwa mungkin judul yang dia buat terlalu provokatif. Wajar jika menimbulkan kesalahpahaman. 


Buktinya, hingga saat ini tidak ada lagi masalah saat teman-teman yang berbeda agama bermain bersama di Kampung Lali Gadget ini. Bahkan sudah ada banyak sekolah Kristen yang mengikuti program Paket Bermain Berkarakter di Kampung Lali Gadget.

Terusir dari desa sendiri

Tak hanya disidang di balai desa, Achmad Irfandi dan Kampung Lali Gadget pernah terusir dari desa sendiri. Waktu itu, kegiatan Kampung Lali Gadget berbarengan dengan kegiatan desa, ada pemilihan BPD.

Desa ingin Kampung Lali Gadget membatalkan kegiatannya, karena khawatir mengganggu kegiatan pemilihan BPD ini. Padahal, secara tempat berjauhan. Kegiatan Kampung Lali Gadget di Balai Among, sedangkan pemilihan BPD di balai desa.

Setelah melalui perdebatan yang alot, Achmad Irfandi pun mengalah. Kegiatan Kampung Lali Gadget dialihkan ke desa sebelah. Dia pun terusir dari desa sendiri.

Penghargaan Satu Indonesia Award

Kegigihan Achmad Irfandi mengelola Kampung Lali Gadget ini berbuah manis. Tak hanya berhasil mengurangi anak-anak yang kecanduan gadget, dia pun berhasil memperoleh penghargaan SATU Indonesia Award 2022. 

Penghargaan Kampung Lali Gadget
Penghargaan Kampung Lali Gadget| Dokpri 

Tentu saja Achmad Irfandi senang dan bangga saat mendapatkan penghargaan ini. Dan ternyata, penghargaan ini memberikan dampak yang signifikan terhadap dirinya juga keberlangsungan Kampung Lali Gadget ini.

Hadiah untuk orang tua

Achmad Irfandi bercerita, hadiah yang didapat digunakan untuk menyenangkan orang tua. Membelikan ibunya perhiasan dan membayar hutang orang tuanya. 

Jasa orang tuanya begitu besar. Didikan orang tuanya lah yang membuatnya memiliki karakter yang tangguh seperti ini. Orang tua juga mendukung proyek idealisnya ini. Dengan mengizinkan membangun Balai Among diatas tanah keluarga. Bapaknya juga sesekali membantu kegiatan Kampung Lali Gadget. Maka tak heran jika Irfandi ingin menyenangkan orang tuanya.

Tak hanya untuk orang tua, uang pembinaan yang didapat juga digunakan untuk memperbaiki Balai Among, membeli beberapa permainan tradisional, dan juga motor untuk kegiatan operasional Kampung Lali Gadget.

Semakin terkenal

Kemenangan ini juga membuat Kampung Lali Gadget semakin terkenal. Semakin banyak orang yang datang, termasuk orang luar negeri dan para pesohor, salah satunya Luna Maya.

Irfandi senang semakin banyak orang yang mengenal Kampung Lali Gadget ini. Namun, disatu sisi dia merasa kekurangan SDM. Tak banyak SDM yang dimiliki oleh Kampung Lali Gadget ini, sehingga seringkali kewalahan saat harus menerima banyak kunjungan.

Oleh karena itu, Irfandi mengajak semua anak muda yang peduli dengan anak-anak untuk bersama-sama menjadi relawan di Kampung Lali Gadget. Disini semuanya bisa jadi relawan. Meski tak ada pelatihan khusus, Irfandi menekankan pada kekuatan briefing

Relawan akan di briefing terlebih dahulu sebelum memandu kegiatan. Jangan khawatir, tak perlu kemampuan khusus dalam memandu kegiatan. Cukup rasa cinta pada anak-anak dan mau bermain bersama. 

Membuka peluang baru

Penghargaan Astra ini membuka banyak peluang baru bagi Kampung Lali Gadget. Diundang di berbagai stasiun televisi baik lokal maupun nasional. Beberapa perusahaan bahkan ingin acara family gathering nya diisi dengan kegiatan permainan tradisional dari Kampung Lali Gadget ini.

Bahkan, Achmad Irfandi banyak diundang untuk menjadi pembicara di beberapa acara. Tentunya semua peluang baru ini akan membuat Kampung Lali Gadget semakin berkembang dan berdampak.

Harapan ke Depan

Saat saya tanya, apa harapan ke depan Achmad Irfandi untuk Kampung Lali Gadget ini, jawabnya adalah semakin banyak anak yang bisa melakukan haknya. Hak anak adalah bermain. Dia ingin tawa riang anak-anak terus bergema. Anak-anak bermain dan bergerak bersama dengan gembira. 

Achmad Irfandi
Bersama Achmad Irfandi, Penggagas Kampung Lali Gadget| dokpri 


Dia ingin, setiap desa punya ruang untuk anak-anak bergerak dan bermain bersama, ya seperti Balai Among Kampung Lali Gadget ini. 

Irfandi akan sangat senang jika setiap desa punya Kampung Lali Gadget. Dia tak segan untuk berbagi ilmu dan membantu. 

Selain itu dia ingin agar permainan tradisional terus dimainkan, tak hilang ditelan zaman. Kearifan lokal pun terus lestari.

Culture hub

Achmad Irfandi ingin Kampung Lali Gadget ini menjadi sebuah Culture Hub. Menjadi terminal budaya tempat bertemunya banyak orang untuk saling bertukar ide dan berkegiatan bersama.

Kampung Lali Gadget
Culture Hub| dokpri 

Bersama-sama menyelamatkan anak Indonesia dari kecanduan gadget. Bersama-sama melestarikan permainan tradisional dan kearifan lokal. 

Sekolah bermain

Achmad Irfandi bermimpi, suatu saat Kampung Lali Gadget bisa menjadi sekolah bermain bagi anak-anak. Tempat belajar dengan cara bermain. Mengajarkan beragam nilai-nilai positif sekaligus karakter yang sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila.

"Hompimpa Alaium Gambreng"

Adalah filosofi yang dipegang teguh oleh Achmad Irfandi. Kalimat 'Hompimpa alaium gambreng' nyatanya memiliki arti yang cukup mendalam. Tidak hanya sebagi 'mantra' dalam sebuah permainan, kalimat ini menyimpan makna yang cukup religius.

Berdasarkan buku "Kawih/Tembang Anak-Anak di Kalangan Kebudayaan Sunda dan Jawa" dari Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan Kemendikbud, kalimat 'Hompimpa alaium gambreng' memiliki arti 'Dari Tuhan Kembali ke Tuhan, Mari kita Bermain'.

Makna dari kalimat 'Hompimpa alaium gambreng' menunjukkan pada dasarnya segala kehidupan akan kembali ke Tuhan.

Sebelum kembali ke Tuhan, mari bermain sebanyak-banyaknya. Bermain dengan menebarkan banyak manfaat bagi sesama. Menjadi manusia sebaik-baiknya, manusia yang bermanfaat bagi sesama.

Sebagai penutup, Achmad Irfandi berpesan bahwa gunakan gadget secara bijak. Jadilah orang tua yang asyik. Asyik mengajak bermain anak-anaknya. 

Jangan lupakan bermain. Karena manusia itu pada dasarnya adalah Homo Ludens, manusia pada dasarnya adalah seorang pemain yang memainkan permainan.

"Kabeh Kerjo, Sopo Sing Dolanan?"


#BangkitBersamaUntukIndonesia

#SATUIndonesiaAstraAward

33 komentar

  1. Ada beberapa orangtua yang Anti gadget akhirnya anaknya ketinggalan mengenai perkembangan ilmu komputer, coding dll. Harus seimbang menurut aku, menggunakan gadget sesuai porsinya. Bagi anak-anak tentu harus disiplin dan memiliki durasi terbatas untuk mengakses gadget. Anakku sekarang tetep main catur, monopoli dan congklak juga.

    BalasHapus
  2. Sekarang mah anak-anak jarang banget main permainan tradisional. Kebanyakan mah lebih suka berinteraksi dengan gadget ketimbang harus bermain dengan teman yang nyata.
    Kampung lalu gadget ini keren lho. Aku paling suka main dakon sih.

    BalasHapus
  3. jadi inget komunitas Hong, pendirinya seorang sociopreneur
    karena permainan tradisional didesain agar menghasilkan profit
    bagi keberlangsungankomunitas tersebut

    BalasHapus
  4. Aku puingiinnnn bgt cuss k
    Sini tapi kok mayan jauuuhhh dari Rungkut
    Keren bgt ya konsepnya

    BalasHapus
  5. Luar biasa perjuangan Irfandi untuk membuat anak-anak di kampungnya lepas dari kecanduan gadget. Mendapat penentangan masyarakat, bahkan juga aparat desa, bahkan sampai mengungsi ke desa sebelah saat melakukan kegiatan. Tapi dia tak menyerah, terus berjuang dengan niat baiknya.

    BalasHapus
  6. Permainan tradisional sudah langka banget ya saat ini ,akanya anak-anak pada kecanduan gadget . Saatnya diperkenalkan kembali permainan tradisonal

    BalasHapus
  7. Kampung lali gadget seharusnya ditiru oleh kata-kata lain di indonesia.
    Jadi pas liburan, kita bisa bawa anak-anak ke kampung lali gadget terdekat. Buat saya, ini juga kegiatan rekreatif lho... Minimal nostalgia dolanan jadoel

    BalasHapus
  8. Salut saya ama Achmad Irfandi bisa bikin kampung lali gadget ini. Memang anak-anak perlu dikenalkan kembali permainan tradisional seperti ini. Biar anak lebih berinteraksi dengan sebayanya, nggak terus-terusan main gadget

    BalasHapus
  9. Aku kok jadi inget masa-masa Bu Septi mengajarkan home schooling ke anak-anaknya ya, Di.
    Rasanya dekat dengan alam dan bermain gembira di Kampung Lali Gadget bikin happy. Gak hanya anak-anak, orangtua pun serasa ketarik ke masa kecil kembali.

    BalasHapus
  10. Bisa kok ya kali sama gadget. Karena memang jaman now ini gadget udah seperti pasangan yang gak bisa lepas. Semoga banyak yang seperti Pak Achmad ini

    BalasHapus
  11. Keren nih anak-anak diajak untuk bermain permainan tradisional biar lupa sama gadget. Jadi inget waktu kecil dulu jadinya.. Sering main sama temen2

    BalasHapus
  12. Dekat dengan alam dan bermain gini bikin happy yah, Kampung lali gadget ini keren banget.

    BalasHapus
  13. Satir juga nama kampungnya " kampung lali gadget" menyentil kita yang sekarang hidup terlalu bergantung sama gadget..

    Keren sekali profil mas Irfandi membantu dengan cara sederhana melestariman permainan tradisinal ke anak-anak generasi gen z yang terpapar gadget dari usia dini supaya teralihkan.

    Mantapp.

    BalasHapus
  14. Ini kedua kali saya baca profil Achmad Irfandi dari kacamata berbeda. Ternyata banyak banget kisah tak terduga dari dia. Memang layak mendapat penghargaan Sati Indonesia Award. Saya juga baru tahu ada Program Beasiswa Bermain. Hehehe. Lucu ya. Ada-ada aja ide kreatifnya.

    BalasHapus
  15. Tantangan yang dihadapi Irfandi ga kaleng-kaleng sampe disidang aparat desa. Luar biasa inspiratif!

    BalasHapus
  16. Sering banget dengar tentang Mas Irfandi dengan Kampung lali Gadget-nya, beruntung sekali Kak Dian bisa berkunjung dan berkomunikasi langsung dengan beliau, jadi tahu perjalanan luarbiasanya sampai bisa ajeg menjalankan kampung lali gadget ini. Keren

    BalasHapus
  17. Inspiratif banget ya kisahnya Mas Irfandi ini dalam membangun Kampung Lali Gadget. Kalau ada kesempatan ke sana pasti bisa nostalgia nih dengan permainan tradisional. Salutlah dengan perjuangannya mengenalkan anak2 dengan permainan sehingga tidak terlalu kecanduan sama gadget

    BalasHapus
  18. Filosofi dari mantra yang suka disebut kalau main "hompimpa alaihum gambreng" ternyata dalam banget ya. Saya malah baru tahu sekarang setelah umur mau setengah abad hehehe

    BalasHapus
  19. Seru sekali ada kampung lali gadget. Aku juga merasakan keresahan yg sama krn emang skrg anak2 pada lebih senang gadget dibanding main bareng dan mencoba permainan2 tradisional.
    Makanya kadang kalo lagi kumpul keluarga, aku ngajakin adik2 sepupu dan ponakan main bareng supaya mereka teralihkan gak main2 gadget mulu.

    Menginspirasi sekali kisahnya Mas Irfandi. Apalagi kujuga baru tau makna sakral dibalik hompimpa alaium gambreng

    BalasHapus
  20. Sangat inspiratif Kampung Lali Gadget ini. Satu penggagas, jika niatnya mulia disertai dengan strategi dan ilmunya, akhirnya bisa berdampak positif secara luas. Sangat dibutuhkan mental yang kuat untuk mewujudkan semua itu. Keren.

    BalasHapus
  21. Pengeen bisa mampir....seruu yaa hidup tanpa gadget maksimalin bermain aku suka trip dengan destinasi spt itu mengenal.mainan tradisional.

    BalasHapus
  22. Pengen bgt membiasakan anak untuk tidak selalu main hp atau gadget, tp anak saya anak tunggal jadi gak ada teman mainnya juga, hehe.

    BalasHapus
  23. wah seru banget main permainan tradisional ini kak, zaman sekarang anak-anak memang sudah kecanduan gawai termasuk keponakan saya di rumah, diajak kemana aja lebih milih main hp di rumah. dan permainan tradisional ini semoga ya bisa membantu menurunkan kecanduan anak-anak dari gadget. wajib dilestarikan permainan ini

    BalasHapus
  24. Artha nugraha jonar20 Desember 2022 pukul 17.56

    Ide kampung anti gadget ini luar biasa. Di tengah derasnya ketergantungan anak terhadap gadget, kampung ini jadi alternatif untuk anak bisa bermain tanpa gadget. Lokasinya ternyata di Sidoarjo juga nih.

    BalasHapus
  25. Tempatnya asik banget ya, Kka. Serasa kembali ke kampung halaman ya. Sosok seperti Irfandi iji sosok yang perlu ditiru. Kepedulian pada masyarakat dan lingkungan, serta kemauannya menjaga warisan budaya permainan tradisional.

    BalasHapus
  26. Aaaahh keren banget liputannya kak, jadi kepoo aku sama kampung dolannya. Sebenernya deket yah ini dari malang ke sidoarjo, cuman ya Allaah aku ke Batu aja susaaaah apalagi anakku tipe yang ngga nyaman kalo istirahat selain di kamarnya beugh

    BalasHapus
  27. Miris ya kalau anak anak sekarang gak tahu permainan tradisional. Tahunya HP. Kampung kali gadget ini perlu dikembangkan. Kalau bisa ada lagi di tempat lain, jadi budaya bangsa tidak sampai terlupa

    BalasHapus
  28. Senangnya baca artikel ini dan salut juga dengan Mas Achmad Irfandi serta ide Kampung Lali Gadget-nya. Ini bagus lho, mengajak anak jauh dari gadget, soalnya sekarang ini banyak banget anak2 kecanduan gadget. Padahal main permainan tradisional lho juga banyak yang seru

    BalasHapus
  29. Wah perjuangan yang luar biasa rupanya buat Mas Achmad Irfandi dalam membangun Kampung lali gadget ini ya, bahkan sampai sempat disidang gitu oleh warga
    Tapi salut deh, karena beliau tetap berjalan tanpa gentar. Syukurlah akhornya membuahkan hasil yang luar biasa. Selamay mas Achmad. Sukses selalu

    BalasHapus
  30. seru banget yaa kampung lali gadget ini tuh unik, dan memperkenalkan berbagai permainan tradisional yg seru dan juga ada yg melibatkan olah fisik jadi lebih sehat buat anak2 drpd seharian main gadget

    BalasHapus
  31. Kalau ada gadget tuh hari jadi lebih terasa cepat berganti...seakan gak bisa menikmati waktu dan aktivitas yang sedang dilakukan. Seneng banget karena ada kampung lali gadget yang mengajarkan kita untuk menikmati masa kini bersama anak-anak.

    BalasHapus
  32. Ya ampun seru banget. Aku jadi inget masa kecil dulu yang mainannya masih tradisional. Di sini paling banter main bola atau petak umpet doang. Yuk yuk kita kembalikan permainan tradisional kepada anak-anak kita.

    BalasHapus
  33. Anak-anakku harus main ke kampung Lali Gadget nih. Susah banget lepas dari gadget. Ya tinggal di kota emang susah nyari permainan untuk anak.

    BalasHapus