Dee Stories

Kumpulan artikel parenting yang ditulis oleh blogger parenting Indonesia.
Suka travelling & kuliner. Konselor ASI &MPASI.

Memaafkan Tanpa Melupakan, Bisakah?

 

Memaafkan Tanpa Melupakan, Bisakah?




Maaf, kata yang terdengar mudah, tetapi 

justru terkadang sulit diucapkan. Tak hanya sulit diucapkan, menerima kata maaf pun tak kalah sulit. Apalagi, jika luka yang ditinggalkan begitu perih. 


Perjalanan hidup nyatanya tak semulus jalan tol. Kadang kala kita harus menemui hambatan. Salah satunya, bertemu dengan seseorang yang kadang menorehkan luka. 


Di sinilah ujiannya. Apakah kita bisa memaafkan atau malah menyimpan dendam di hati. 


Saya sendiri terkadang pernah begitu sulit memaafkan kesalahan orang lain, terutama jika itu adalah orang terdekat dan merupakan kesalahan yang fatal. 


Rasanya hati ini lebih mendidih jika disakiti oleh orang terdekat. Musuh dalam selimut memang lebih mematikan. Bukan begitu? 


Belum lagi, terkadang ada perasaan ingin balas dendam. Bahkan berpikir untuk membalas dengan lebih sakit. Orang itu harus lebih kesakitan daripada saya. Duh, jika sudah seperti ini, saya layaknya tokoh antagonis dalam sinetron. 


Hehe, teorinya sih, balas dendam itu dosa. Dan memang kita wajib memaafkan setiap kesalahan orang lain. Manusia memang tempatnya salah, wajar jika meminta maaf dan dimaafkan. 


Tuhan saja Maha Pemaaf, mengapa kita yang hanya makhluknya menjadi lebih angkuh, hingga tak sudi memaafkan. 


Ah, tapi tidak semudah itu menata hati yang tersakiti. Hati yang sudah tersakiti, butuh waktu untuk kembali sembuh. Wajar jika untuk sejenak hati ini menutup pintu maaf. Mungkin, ingin memulihkan dahulu, rasa sakitnya. 


Lalu, apakah saya tak pernah memaafkan kesalahan orang lain? Tentu pernah! Hati saya tidak segelap itu, kok! 


Saya juga berulang kali memaafkan kesalahan orang lain. Misalnya saja kesalahan suami. 


Namanya juga kehidupan rumah tangga, nggak mungkin dong bahtera kami hanya berjalan di arus yang tenang. Kadang kala ombak datang, bahkan badai pun sempat mampir. 


Mengapa saya mau memaafkan kesalahan suami? Ya, karena bagi saya kesalahannya bukan hal yang fatal. Meski cukup mengiris hati saya dan meninggalkan dendam dihati, saya memaafkannya. 


Lho, memaafkan tapi kok dendam? Apa mau balas dendam juga ke suami? Ya itu tadi, namanya juga hati. Butuh proses untuk sembuh. 


Keinginan balas dendam itu ada. Namun tentu saja ada S&K (Syarat dan Ketentuan), haha. Jadi, jika suami kembali mengulangi kesalahannya, maka saya tak segan untuk membalas dengan lebih kejam. 


Haha, pasti kepo ya apa kesalahannya, sampai saya masih menyimpan dendam dan luka. Tentu saja tak akan saya ceritakan di sini, nanti bisa-bisa saya mengumbar aib suami. Nggak boleh, itu dosa! Dan bisa juga melanggar Undang-Undang ITE. Apalagi, suami saya memiliki latar belakang sarjana hukum, Jangan-jangan nanti saya dituntut! Hahaha. 


Katanya, istri itu nggak akan pernah lupa sama kesalahan suami. Iya sih, saya masih ingat dengan detail setiap kesalahan suami. Mulai dari awal pernikahan hingga saat ini usia pernikahan kami memasuki tahun ke 11.


Kadang, kalau lagi kesal, saya pun mengungkit kesalahannya. Sambil dibumbui omelan panjang tentunya. Hahaha, adakah yang juga seperti itu? Tidak pernah lupa kesalahan suami dan sering mengungkitnya kembali? 


It's okay. Manusiawi kok. Mungkin kita memang bisa memaafkan kesalahan orang lain, termasuk kesalahan suami. Namun, belum tentu kita bisa melupakannya. Itu bukan dosa besar, kok. Justru sangat direkomendasikan. Ha? Kok bisa? 


Baca Juga : Manfaat Menulis untuk Kesehatan Mental Perempuan


Motivator sekaligus pakar kebahagiaan, Arvan Pradiansyah menyebut bahwa saat kita memaafkan seseorang, memang sebaiknya tidak melupakan perbuatan mereka kepada kita.


Memaafkan tanpa melupakan adalah langkah yang paling tepat. Dengan memaafkan orang, namun tidak melupakannya, karena seseorang perlu mengambil pelajaran dari peristiwa yang menyakitkan. 


Cara agar dapat memaafkan tanpa melupakan, adalah dengan memisahkan antara peristiwa yang menyakitkan dengan perasaan tersakiti itu sendiri.


Memaafkan berarti mengobati perasaan yang tersakiti, tanpa harus melupakan peristiwa yang terjadi.



Jadi langkah yang paling tepat adalah dengan memaafkan orang, namun tidak melupakannya, karena seseorang perlu mengambil pelajaran dari peristiwa yang menyakitkan.


Cara agar dapat memaafkan tanpa melupakan, adalah dengan memisahkan antara peristiwa yang menyakitkan dengan perasaan tersakiti itu sendiri.


Memaafkan berarti mengobati perasaan yang tersakiti, tanpa harus melupakan peristiwa yang terjadi



Memaafkan itu menyembuhkan perasaannya, menyembuhkan lukanya. Tapi peristiwanya harus tetap ingat. 


Tidak melupakan bukan berarti tidak memaafkan dengan tulus, tetapi justru menjadi pelajaran agar tidak dirugikan kedua kalinya. 


Bahkan, kitab suci hanya mengajarkan kepada kita untuk memaafkan bukan melupakan. Jadi memaafkan dan melupakan itu bukan satu paket, kebanyakan kita itu menyangka bahwa yang namanya memaafkan itu berarti harus melupakan. 


Jadi, jangan merasa berdosa bila kita bisa memaafkan kesalahan orang lain, tapi tidak bisa melupakannya. Termasuk kesalahan suami, boleh jadi kita maafkan, tapi jangan dilupakan. 


Biar kesalahan itu menjadi pelajaran berharga yang bisa kita ingat. Biar kita bisa berjaga-jaga, jika suatu saat suami mengulangi kesalahannya. Istri harus bersiap mengambil langkah, hukuman apa yang diberikan ke suami, jika suami melakukan kesalahan yang sama, padahal saat dimaafkan sudah janji tidak mengulangi lagi. 


Jangan ragu juga untuk mengungkit kesalahan suami. Biar apa? Biar suami ingat, dan dia tidak akan lagi mengulangi kesalahannya. Kadang, orang berbuat salah bisa jadi karena lupa. Makanya, ungkit saja kesalahannya. Hahaha. 


Itu kalau ke suami ya. Kalau ke orang lain, saya nggak pernah mengungkit. Kalau kita ungkit, nanti jadi masalah baru. 


Kalau orang lain berbuat kesalahan yang sangat fatal, saya biasanya tetap memaafkan tapi ya tidak melupakan. Ditambah lagi, saya memilih untuk menghindari interaksi, bahkan kalau kesalahannya sudah fatal banget, saya tak segan memutus tali silaturahmi. Pada siapapun itu. Mau kenalan, teman, bahkan jika perlu kerabat. 


Buat saya, kebahagiaan kita itu hak dasar yang harus kita usahakan sendiri. Jangan buat hidup kita tidak bahagia karena harus berinteraksi dengan orang-orang toxic. Bagi saya, jika orang itu sudah sangat menyakiti perasaan saya, dia akan masuk dalam kategori toxic people! Daftar hitam yang akan saya hapus dalam hidup saya. 


Maafkan ya, kalau tulisan kali ini memperlihatkan sisi gelap saya. Bahwa saya orangnya memang masih bisa memaafkan tapi tidak melupakan. Tak segan melawan dan balas dendam. Tak tedeng aling-aling untuk memutus hubungan dengan orang yang terlalu menyakiti. 


Baca Juga : Pentingnya Support System untuk Blogger


Percayalah, semua ini karena kerasnya kehidupan yang saya jalani saat masih kecil. Ada banyak luka dan trauma yang ditinggalkan oleh orang-orang terdekat. Semua itu membuat saya memiliki kepribadian seperti ini. 


Tapi, jangan khawatir. Saya ini termasuk orang yang loyal dengan persahabatan. Setia dengan hubungan. Saya akan membalas lebih baik lagi, kebaikan orang lain yang saya terima. 


Oke, sekian dulu cerita saya tentang memaafkan. Bagi saya, memaafkan tak harus melupakan


Bagaimana dengan teman-teman? 


Terakhir, izinkan saya tutup tulisan ini dengan sebuah quote. 


Forgive but do not forget, or you will be hurt again. Forgiving changes the perspectives. Forgetting loses the lesson.

Paulo Coelho



Kumpulan emak blogger







Tidak ada komentar

Posting Komentar