Dee Stories

Kumpulan artikel parenting yang ditulis oleh blogger parenting Indonesia.
Suka travelling & kuliner. Konselor ASI &MPASI.

Jadi Anak Pertama Itu Berat, Kamu Nggak Akan Kuat

 

Jadi Anak Pertama Itu Berat, Kamu Nggak Akan Kuat


Nggak hanya rindu saja yang berat, jadi anak pertama itu berat. Terlebih jika lahir sebagai generasi sandwich. Beratnya berlapis-lapis. Itulah perasaan yang saya rasakan. Dan mungkin dirasakan juga oleh anak pertama lainnya. Pundak anak pertama harus lebih kokoh. 


Beratnya Jadi Anak Pertama


Kemarin, saya bertemu dengan teman-teman SMP. Beberapa dari kami memang punya agenda rutin bertemu sesekali meski tak sering. 


Seperti biasa, tak ada pertemuan tanpa sesi sambat. Beberapa dari kami bisa dibilang terlihat sukses dari luar. Ada yang jadi aparatur negara dengan jabatan tinggi, ada yang jadi manajer di kantor, ada yang jadi notaris terkenal, ada juga yang sukses mengelola online shop barang branded. 


Kalau saya? Hehe cukuplah sekarang saya senang di branding sebagai ibu yang sukses bekerja dari rumah. Cukuplah orang menilai saya perempuan yang di rumah saja dan hobinya nongkrong di cafe. Hidup tenang karena punya suami aparatur negara. Hahaha. 


Oke, kembali ke cerita beratnya anak pertama, ya. Saya tidak akan cerita adu nasib kesuksesan dengan teman-teman saya. Kali ini saya mau cerita tentang beratnya anak pertama. 


Hampir semua teman-teman SMP adalah anak pertama. Dan rata-rata kami berasal dari keluarga yang menengah ke bawah. Tentu saja kami akhirnya menjadi sandwich generation. Jadi, duka kami pun sama. 


Baca Juga : Memutus Rantai Generasi Sandwich


Kami memikul beban yang amat berat di pundak. Menjaga agar pundak kami selalu kuat, diterpa masalah dari berbagai arah. 


Tak hanya saya, dua orang teman lain pun bercerita. Hingga kini, beban anak pertama masih dipikulnya. Bahkan beberapa tahun lagi menjelang usia 40, kami masih harus selalu jadi bemper keluarga. Sedih!! 


Beban Anak Pertama


Memangnya, apa saja sih beban menjadi anak pertama? Apa saja yang harus dihadapi oleh anak pertama yang membuat bahunya harus selalu kuat? 


Harapan keluarga


Anak pertama adalah harapan keluarga. Harapan keluarga kepada orang tua itu sangat tinggi. Konon, tingginya melebihi tinggi Burj Khalifah. Anak pertama menjadi gantungan harapan orang tua. Mulai dari pendidikan, pekerjaan, hingga kebiasaan-kebiasaan kecil dalam keluarga. Anak pertama harus lebih baik dalam semua itu. 


Tulang punggung keluarga


Terlahir sebagai anak pertama dalam keluarga menengah kebawah, akan menjadikan anak pertama sebagai tulang punggung keluarga. Anak pertama memiliki tugas membantu orang tua dalam mencari nafkah. Tak hanya membantu kebutuhan harian, anak pertama bahkan memiliki tugas membiayai sekolah adik-adiknya. 


Jadi Anak Pertama Itu Berat, Kamu Nggak Akan Kuat


Harus selalu mengalah


Tentu saja, sebagai anak pertama seringkali dituntut untuk selalu mengalah. Kakak harus mengalah pada adiknya. Titik. 


Tak hanya soal berbagai mainan atau makanan, bahkan anak pertama harus mengalah pada kebahagiaannya sendiri. 


Menjadi teladan


Anak pertama dituntut menjadi teladan. Dia harus jadi contoh sukses untuk adik-adiknya. Jangan sampai gagal. Sebab, ini bisa mempengaruhi masa depan keluarga. Kalau contohnya gagal, bagaimana yang lain bisa berhasil? 


Baca Juga : Belajar Menjadi Perempuan Sukses Sebelum Usia 40 Tahun dari FORTUNE Indonesia Summit 2022



Mandiri sejak dini


Anak pertama tentu saja dididik mandiri sedini mungkin. Harus bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Tak boleh mengharapkan bantuan orang lain. Bahkan, dari orang tua sekalipun. Ibaratnya, kalau jatuh ya harus bangun sendiri. 


Penutup


Tentu saja masih banyak beban yang dirasakan anak pertama. Saking banyaknya, mungkin bisa jadi satu cerita novel tersendiri, ya. 


Dan tentu saja semua beban yang dirasakan anak pertama akan memberikan pengaruh kepada kehidupan pribadinya. 


Tulisan berikutnya saya akan cerita bagaimana semua beban yang dirasakan anak pertama itu membentuk saya yang sekarang. Apa saja dampak yang dirasakan oleh anak pertama dengan semua beban yang ditanggungnya. 


Disclaimer, tulisan ini semata curahan hati semata ya. Boleh kalau dibilang sesi sambat. Nggak apa-apa juga kalau ada yang menilai saya terlalu caper berbagi beban hidup. 


Tentu saja banyak juga anak pertama yang hidupnya damai dan bahagia. Tak mengalami semua beban ini. 


Bagaimana dengan teman-teman? Apakah teman-teman juga mengalami beban sebagai anak pertama

Tidak ada komentar

Posting Komentar