Setiap Jum'at, di sekolah si Chacha diberlakukan hari tanpa gawai. Semua murid tidak diperbolehkan membawa gawai ke sekolah. Tentu ini kebijakan yang bagus. Kebijakan ini bisa mengurangi screen time anak. Tahu sendiri, anak-anak bisa menghabiskan banyak waktu di depan layar jika tidak dikontrol.
Kebijakan ini bagus, tapi bagaimana dengan realitanya? Apakah ini tidak menimbulkan masalah? Ternyata, kebijakan ini menimbulkan masalah bagi saya.
Jadi, begini ceritanya. Setiap Jumat, Chacha ada ekskul. Tentu dia pulang lebih sore. Kalau sesuai jadwal, dia pulang jam 3.
Minggu lalu, dia sudah ikut ekskul, ternyata selesai jam 2. Untungnya saya minta omnya jemput jam 14.15. Jadi Chacha nggak nunggu lama.
Tapi kemarin, Chacha harus menunggu 1,5 jam. Karena tidak ada ekskul. Chacha tidak bisa menghubungi saya. Tidak bawa hp.
Ayahnya jemput juga karena insting saya. Merasa ada sesuatu yang mengganjal, saya hubungi wali kelasnya pada pukul 10.
Saya bertanya, bagaimana saya berkoordinasi untuk penjemputan anak yang ekskul karena anak tidak bawa hp. Menurut kebijakan sekolah, saat hari tanpa gawai, maka yang bertanggung jawab untuk koordinasi adalah walas (wali kelas).
Nah, tapi walas bilang kalau jam kerjanya hanya sampai jam 1 siang. Oke, saya tidak akan memaksa orang bekerja diluar jam kerja tanpa memberikan uang lembur kan?
Saya pun berinisiatif, meminta no hp pelatih ekskul. Agak lama, chat saya baru dibalas walas. Saya langsung bertanya kepada guru ekskul.
Saya chat guru ekskul pukul 11.33. Dan tahu? Dibalas pukul 12.55, lalu gurunya bilang ekskul selesai jam 1. Dalam artian sebenarnya hari itu tidak ada ekskul. Karena kalau sesuai jadwal, pulang sekolah jam 12.30. Ekskul dimulai jam 13.00. Nah, kalau dibilang ekskul selesai jam 1, artinya kan tidak ada ekskul ya?
Tapi, saya ingin memastikan terlebih dahulu. Sebab, kata walas, ekskul ada dan pulang jam 3. Saya chat lagi guru ekskul, nggak dibalas. Saya telepon nggak diangkat. Paniklah saya. Saya pun langsung menelpon suami. Lalu suami memutuskan untuk langsung ke sekolah Chacha.
Baca Juga : Hari Pertama Masuk SMP
Untungnya, kantor suami dekat dengan sekolah Chacha. Suami langsung menjemput. Pukul 13.15, suami tiba di sekolah. Akhirnya, Chacha bisa pulang.
Nah, tentu semua ini tidak akan terjadi jika ada komunikasi yang benar antara wali murid dan guru. Mulai dari guru ekskul dan walas.
Harusnya, dari awal jika walas tidak bisa diajak koordinasi setalah jam 1, berarti walas harus memberikan estafet tanggung jawab ini ke guru ekskul. Harusnya, walas inisiatif meberikan no kontak guru ekskul. Bukan menunggu diminta.
Setelah Chacha sampai di rumah, saya chat guru ekskul lagi. Saya memintanya untuk bisa berkomunikasi dengan benar. Harusnya ada kabar jika ekskul ditiadakan.
Nah, guru ekskul menjawab bahwa sudah diumumkan di grup ekskul. Ini jadi sumber masalah lagi.
Chacha belum masuk grup ekskul, karena belum follow dan DM IG ekskul tari. Link WAG ekskul akan diberikan bagi yang sudah follow dan DM. Kebijakan macam ini?
Apakah pihak ekskul tidak tahu bahwa dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak.
Salah satu poin penting dalam regulasi ini adalah kewajiban penyelenggara sistem elektronik untuk mengikuti batasan usia minimum anak dalam memberikan akses akun kepada pengguna.
Anak di bawah usia 13 tahun hanya boleh memiliki akun pada produk dan layanan berprofil risiko rendah yang secara khusus dirancang untuk anak, dan itu pun dengan persetujuan orang tua. Nah? Instagram bukan produk dan layanan digital risiko rendah.
Oke, soal ini saya bisa berkompromi. Akan saya follow dan DM menggunakan IG saya. Tapi, sebenarnya Chacha sudah cari cara. Dia tanya ke teman sekelasnya yang ikut ekskul yang sama. Nyatanya, temannya sudah follow dari lama juga belum dikasih link.
Pasti semua bertanya, lalu bagaimana dengan murid ekskul lainnya? Apakah mereka nggak nunggu lama? Ya nggak, kan sudah masuk grup. Tahu kalau nggak ada ekskul.
Saya pun bertanya lagi pada Chacha. Minggu lalu saat ekskul hanya satu jam, bagaimana teman-temanya pulang.
Nyatanya, tidak semua anak mematuhi kebijakan tanpa gawai. Hanya Chacha dan dua orang temannya yang nggak bawa gawai. Temannya satunya pulang jalan kaki. Satunya lagi, orang tua bisa jemput karena bisa baca pengumuman di grup ekskul.
Mungkin Chacha harus proaktif gitu ya? Cari cara menghubungi orang tua untuk jemput. Saya sudah memberi kartu nama di kotak pensil Chacha. Tapi, mau minta tolong siapa?
Tidak ada guru ekskul. Tidak ada guru sekolah yang bisa dihubungi setelah jam 1. Tidak ada kontak person sekolah.
Baca Juga : Sekolah Negeri vs Sekolah Swasta, Pilih yang mana?
Harusnya, Chacha bisa minta tolong teman ekskul yang bawa hp gitu ya? Eh kalau semua punya kebaikan hati seperti itu.
Sebagai murid baru, tentu Chacha akan segan minta tolong teman yang tidak dikenal. Chacha memilih nunggu saja meski lama.
Kejadian ini tidak bisa saya diamkan. Selain sudah menyampaikan komplain ke walas dan guru ekskul, saya berencana menghadap ke sekolah. Saya tidak ingin hal ini terjadi lagi.
Tentu, secara pribadi saya akan cari cara. Saya akan meminta no kontak satpam, proaktif hubungi satpam. Saya pun akan meminta Chacha berani minta tolong ke temannya yang membawa HP.
Baca Juga : Cerita Murid SMM Berhasil Validasi SPMB SMP Negeri Surabaya
Tapi, saya juga akan minta pertanggung jawaban sekolah. Bagaimana sekolah bertanggung jawab untuk koordinasi penjemputan di hari tanpa gawai, jika itu diluar jam kerja walas.
Membuat kebijakan tentu harus bisa menjamin jika ada masalah dalam penerapannya, bukan?
Saya kok heran ya tidak dimasukkan WAG ekskul kalau nggak follow. Harusnya kan tidak diperbolehkan aturan seperti itu, padahal kan ya salah satu syarat kenaikan kelas harus ikut ekskul. Lha satu sisi mewajibkan adanya ekskul, sisi lain pihak ekskul syaratnya ada² wae.
BalasHapusKalau aturan dibuat hanya untuk dilanggar, jadi pertanyaannya kenapa ada satu hari tanpa gawai ya? 🤔
Ah, semoga ini jadi perbaikan untuk sekolah dengan menerapkan sistem koordinasi yang lebih baik. ❤️
Waduh kok aturannya ribet gitu ya mbaa sepertinya masak masuk grub kalo sudah follow DM IG harusnya kan ya udah yang ikut ekskul otomatis bisa masuk WAG donk ya agar komunikasi sesama peserta bisa lancar...
BalasHapusDan ini juga guru2 yang susah dihubungi juga sangat menghambat komunikasi jadinya harusnya meskipun diluar jam kerja mereka juga bisa proaktif karena ini menyangkut masalah anak didiknya...
Semoga kedepannya ada perbaikan ya mba agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi
Langkah yang mba ambil udah beneran tepat banget. Pemikiran mba pun nggak terbantahkan. Urusan jemput anak nggak bisa diabaikan begitu saja. Kebayang anak nunggu lama tanpa kejelasan sedangkan teman lainnya sudah pulang. Apalagi Chacha masih anak baru, kebayang bingung, canggung, kikuk.
BalasHapusKadang-kidding emang yang bikin kebijakan itu hehhee. Semangat ya mba.
Itu yang aturan harus follow dan DM ngerepotin banget ya. Aneh-aneh aja. Padahal kan ikut ekskul dan masuk wag sudah hak siswa/walmur. Ngapain pake bersyarat segala 😅
BalasHapusJadi gimana endingnya mbak? Sudah ke sekolah? Semoga ada titik terang ya.
Komunikasi memang jadi sumber persoalan jika tidak diberi arus yang tepat. Kebijakan soal masuk WAG juga butuh dipertanyakan dan terlebih kebijakan tanpa gawai, perlu sekali pihak sekolah mengantisipasi kalimat "What if" perbanyak kemungkinan2 sehingga hal-hal yang mba hadapi tidak terjadi.
BalasHapusSemoga pihak sekolah segera mengatur kembali kebijakannya dan membawa kelancaran bagi semua pihak.
Sesuai pengalaman saya, kalau grup ekskul sekolah itu maka dalam grup itu ada nomor wali kelas dan guru ekskul juga. Jadi sekali bertanya, semua bisa tahu dan bisa segera merespon. Soalnya orang tua panik juga kalau anak belum pulang. Apalagi anak pas hari anak tidak oleh bawa gawai. Jadi bagusnya ditinjau lagi kebijakan sekolah ini
BalasHapusSetujuuuu. Aku kok ya kesel pas denger jawaban si guru, jam ngajar dia selesai jam 1. Helllloooooowwwww, mau selesai jam 1 kek, itu kan tanggung jawab sekolah dan guru ttg keselamatan anak di dalam sekolah.
BalasHapusDi sekolah anakku, negeri, memang di larang bawa hp mba. Yg SD yaa. Kalo SMP udh boleh.
Tapi karena ada larangan itu, orangtuanya wajib join di grub kelas. Jadi semua pengumuman pasti di share di wa group. Pulang lebih cepet atau lebih lama, ada semua.
Jadikan enak ayam ada pengumumannya.
Yg SMP walau anak udh boleh bawa hp, tp grup wa ortu tetep ada. Dan gurunya aktif kasih tahu pulang jam berapa dll. So at least aku bisa kah tahu driver anakku harus jemput jam BRP. Ga masuk akal utk join grupnya hrs follow IG. Lah ya setuju, Ig itu bukan untuk anak. Aku aja emoh follow Ig sekolah anak.
Ya ampun, kalau ada kebijakan tanpa gawai gini, harusnya informasi dari sekolah tuh bener-bener jelas dan terang benderang sih. Kalau di sekolah anakku, (sekarang baru kelas 8), juga malah setiap hari gak boleh bawa hp, jadi anak aku memang belum dikasih hp juga.
BalasHapusTapi komunikasi Alhamdulillah sangat baik, jadi sampai saat ini gak ada masalah mengenai jam kepulangan ini. Kalau ada ekskul ya dikasih tau dari hari sebelumnya, jam kepulangan juga kadang dikasih tau di awal minggu. Jadi dari hari Senin, orangtua sudah diberi info jam kepulangan setiap harinya tuh jam berapa.
Semoga ada solusi ya dari sekolah, entah hari bebas gawainya dihilangkan, atau komunikasinya yang lebih dilancarkan.
Anw, kebijakan harus follow IG itu juga aneh banget. Lha kalau ekskul mah siapa aja yang daftar lah harusnya yang bisa masuk grup, gak mesti diwajibkan follow gitu. Duh, siapa sih yang bikin kebijakan kayak gitu :(
Memang kalau udah follow terus dapat folbek gak? Hadeeh, kok ya gitu, kudu follow dulu. Eh udah follow malah gak dimasukkan juga. Hemm, sepertinya perlu dipertimbangkan lagi deh Kak Dee
BalasHapusPusing ya mbak dengan kebijakan yang tidak selaras dengan pelaksanaannya.
BalasHapusDi sekolah anakku juga ga boleh bawa HP, untuk penjemputan koordinasi dengan walas, jadi ada grup parents, tapi ada grup student juga. Kalau grup studeny isinya hanya walas dan murid. Tapi di sekolah ga ada yang boleh bawa HP
Sering bikin aturan yang "Kalo ada ribet, kenapa harus simple?!?" gini yaa..
BalasHapusSebel ama sekolah yang mempunyai keresahan ((masalah)) lalu solusinya di cut tanpa ada alternatif yang membantu.
Rasanya kebijakan seperti ini kudu dikaji ulang gasii..??
Bisa diutarakan ke Kepsek agar ada keputusan win win solution. Baik agar anak minim gadget, juga memudahkan orangtua untuk mengetahui kondisi ananda.
Udah paling bener itu mbaa....laporkan ke pihak sekolah...walas itu harusnya gercep dan responsif jawab wa. Saya geregetan juga sama pembina eskulnya itu..hadeuuuh jadi ikut esmosi ini baca artikel mba nya...🥺
BalasHapusWaduuhh gimana to gurunya kok gak ngasi tau, minimal kan ya nyari cara menghubungi ortu siswa, jangan cuma bilang apa2 di grup. Nah, kan kejadian anaknya juga belum masuk grupnya ya.
BalasHapusEmang agak ngrepotin sebenarnya ya tanpa gawai ini, kalau gurunya kurang effort andai ada kejadian kek gitu.
Sebenarnya kebijakan gak bawa HP tu ok2 aja sih. tapi ya gitu ya pd akhirnya jd agak repot, mana ada yang curi2 bawa HP juga.
Atau mungkin bisa diusulkan kyk kebijakan SMM mbak, yang gadget free day tapi sebenarnya anak2 masih bisa bawa gawai buat tujuan2 kek penjemputan gitu, cuma nanti pas gadget free day, HP-nya tu dititipkan ke admin atau ke guru, jadi anak gak bener2 kosongan gak bawa HP gitu.
Btw kalau aku tu lagi punya keinginan buat beliin anak2 jam tangan yang bisa buat WA atau call, tapi ya mayan yaa harganya mihil haha, jadi nabung dulu, moga ada rezekinya :D
HapusSoalnya ini anak2 juga udah mulai aku lepas naik kendaraan onlen sendiri, jadi aku nitip ke drivernya gitu. Buat tipis2 melatih kemandirian.
Mestinya tiap ada peraturan, juga diberikan solusinya SOP antar jemput dan lainnya jadi tidak membahayakan anak ya kasihan kan kalau harus pulang jalan kaki atau sendirian di sekolah..
BalasHapusAku dukung sih kalau Kak DK mau proaktif cari solusi terkait SOP penjemputan hari tanpa gawai di sekolah ini. Soalnya balasan gurunya menurutku gak nenangin ya. Apalagi siswa lain malah terang-terangan tetap melanggar, khawatir juga nanti aturan cuma jadi pajangan aja, dan anak kita ikutan menormalisasi, huhu...
BalasHapusAku kok lebih setuju anak tetap membawa gawai ya sebab satu satunya cara untuk komunikasi dengan orang tua . Mending lebih baik hp pas waktu pelajaran ditaruh di depan lalu di matikan, lebih adil sih ya bagi sekolah dan murid
BalasHapusSorry to say, sepertinya salah sekolahnya deh. Kebijakannya gak dipikirkan dampaknya untuk anak-anak yg harus dijemput. Dan aneh jg klo ada syarat hrs follow IG segala.. Betul mbak, gak bisa didiamkan, aku dukung protes ke sekolahnya hehe #provokator
BalasHapusBtw, mb Dedew gak ada grup kelas dan ekskul untuk ortu?
Klo dulu anakku SD sampai SMP kls 7, selain ada WA grup kelas yg ada walas dan korlas, juga ada grup ekskul yg ada koordinator nya. Ini WAG orangtua murid ya. Jd klo ada info jadwal tertentu atau pengumuman lainnya ya di grup itu. Gak masalah klo anaknya gak bawa atau gak punya gawai pun.
Mba Dee maaf salah nulis, kok malah mbak Dedew. Maafkan yaa 🙏
HapusKebijakan tanpa gawai memang bagus untuk mengurangi screen time, tapi sekolah juga harus menyiapkan sistem komunikasi yang jelas agar anak tidak jadi korban kebingungan. Orang tua butuh kepastian jadwal dan pihak sekolah seharusnya lebih proaktif dalam koordinasi.
BalasHapusDilema banget ya katika ada no gadget day di sekolah. Jadi rempong jemput anaknya jam berapa? Apalagi ada miskomunikasi dan miskoordinasi antara guru dan pengajar ekstra.
BalasHapusini SMPN berarti gurunya ASN kan? Bukannya jam kerja sampai sore ya, kok bilang kerja cuma sampai jam satu?